A. Percobaan melakukan jarimah ا لشروع
1. Pengertian percobaan melakukan jarimah
Dalam pasal 45 kitab undang-undang hukum pidana Mesir, tentang pengertian percobaan yaitu percobaan adalah mulai melakukan suatu perbuatan dengan maksud melakukan (jinayah atau jarimah) tetapi perbuatan tersebut tidak selesai atau berhenti karena ada sebab yang tidak ada sangkut pautnya dengan kehendak pelaku.
Dikalangan para fuqaha, istilah percobaan tidak kita dapati, tetapi jika kita perhatikan lagi maka istilah tersebut terdapat dalam pembicaraan mereka mengenai ada pemisahan antara jarimah yang sudah selesai dan jarimah yang tidak selesai. Tidak ada perhatian secara khusus mengenai jarimah percobaan tersebut disebabkan oleh dua hal:
Pertama, Percobaan melakukan jarimah tidak dikenai hukuman had atau qishash, melainkan hukuman ta’zir, bagaimanapun macamnya jarimah-jarimah tersebut. Para fuqaha lebih memperhatikan jarimah hudud dan qishash karena unsur dan syaratnya sudah tetap tanpa mengalami perubahan dan hukumannya juga sudah ditentukan jumlahnya dengan tidak boleh dikurangi dan dilebihkan.
Akan tetapi jarimah-jarimah ta’zir dengan mengecualikan jarimah ta’zir seperti memaki-maki atau mengkhianati titipan, maka sebagian besarnya diserahkan kepada penguasa negara (ulul-al amri) untuk menentukan macamnya jarimah itu untuk menentukan jarimah tersebut baik yang dilarang dengan langsung oleh syara’ atau yang dilarang oleh penguasa negara tersebut diserahkan pula pada mereka agar bisa disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Kemudian hakim diberikan wewenang luas dalam menjatuhkan hukuman dimana ia bisa bergerak dengan batas tertinggi dengan batas terendah.
Kebanyakan jariamah ta’zir bisa mengalami perubahan antara dihukum dan tidak dihukum, dari masa ke masa , dan dari tempat ke tempat lain dan unsur-unsurnya dapat berganti sesuai dengan pergantian pandangan penguasa-penguasa negara. Oleh karena itu dikalangan fuqaha tidak ada perhatian khusus terhadap jarimah ta’zir dan kelanjutannya adalah tidak adanya pembicaraan tersendiri terhadap percobaan melakukan jarimah, karena percobaan ini termasuk jarimah ta’zir.[1]
Kedua, dengan adanya aturan-aturan yang sudah mencakup dari syara’ tentang hukuman jarimah ta’zir maka aturan-aturan yang khusus percobaan tidak perlu di adakan, sebab hukuman ta’zir di jatuhkan atas perbuatab maksiat yang tidak dikenakan hukuman had atau kifarat. Percobaan yang pengertiannya sudah dikemukakan di atas adalah mulai mengenakan suatu perbuatan yang dilarang tetapi tidak selesai, termasuk kepada maksiat yang hukumannya ta’zir. sehingga para fuqaha tidak membahasnya secara khusus.[2] Dengan demikian percobaan sudah termasuk dianggap maksiat dan dikenai hukuman ta’zir yakni jarimah yang selesai juga meskipun satu bagian saja dari bagian-bagian lain yang membentuk jarimah yang tidak selesai, selama satu bagian itu dilarang. Jadi tidak aneh jika sesuatu perbuatan itu semata-mata menjadi jarimah dan apabila bergabung dengan yang lain maka akan membentuk jarimah yang lain lagi.
Lainnya